Thursday, 29 October 2015

Lemak Dan Minyak

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan ester yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Lemak merupakan jenis trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu ruang.
Menurut Sediaoetama (1985), lemak dan minyak merupakan suatu kelompok dari golongan lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil eter, benzena, kloroform, dan heksana. Karena tergolong dalam lipid, maka lemak dan minyak dapat larut juga dalam pelarut-pelarut nonpolar seperti tersebut di atas. Kelarutan lemak dan minyak terhadap pelarut nonpolar tersebut dikarenakan lemak dan minyak mempunyai kepolaran yang sama dengan pelarut tersebut, yaitu nonpolar. Namun, kepolaran suatu senyawa dapat berubah akibat proses kimiawi. Contohnya adalah apabila asam lemak dalam larutan KOH, maka asam lemak akan berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dibanding keadaan asalnya, sehingga memungkinkan asam lemak ini larut dalam air. Perubahan kepolaran ini dapat dinetralkan kembali dengan penambahan asam sulfat encer (10 N) sehingga asam lemak dapat kembali ke keadaan semula yang tidak larut di air melainkan di pelarut nonpolar.
Menurut Poejiadi (1994), penggolongan lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan empat hal. Pertama, berdasarkan kejenuhannya. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan tunggal. Asam lemak jenuh biasanya mempunyai rantai zig-zag yang sesuai satu dengan yang lain, sehingga gaya tarik van der Waals nya tinggi. Akibat gaya tarik yang tinggi itu, maka biasanya asam lemak jenuh berwujud padat. Sebaliknya, asam lemak tak jenuh mempunyai satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya biasanya terdapat pada tumbuhan dan disebut trigliserida tak jenuh ganda atau polyunsaturated yang cenderung berwujud cair seperti minyak. Contoh asam lemak jenuh adalah asam butirat, asam palmitat, dan asam stearat. Contoh asam lemak tak jenuh adalah asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Kedua, berdasarkan sifat mengeringnya. Klasifikasi ini terutama untuk minyak. Ada jenis minyak yang tidak mengering (non-drying oil). Biasanya minyak yang tidak mengering ini termasuk tipe minyak zaitun (contoh: minyak zaitun dan minyak kacang), tipe minyak rape (contoh: minyak mustard), dan tipe minyak hewani (contoh: minyak sapi). Ada jenis minyak yang setengah mengering (semi-drying oil). Minyak ini mempunyai daya mengering yang lebih lambat, contohnya minyak biji kapas dan minyak bunga matahari. Ada juga minyak yang mengering (drying oil). Minyak ini dapat mengering jika terkena reaksi oksidasi dan dapat berubah menjadi lapisan tebal yang kental dan membentuk seperti selaput apabila dibiarkan di udara terbuka. Contohnya minyak kacang kedelai dan minyak biji karet.
Ketiga, berdasarkan sumbernya. Ada yang berasal dari tanaman (lemak dan minyak nabati), yang umumnya berasal dari biji-biji palawija (contohnya minyak jagung), kulit buah tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa sawit), dan biji-biji tanaman tahunan (contohnya minyak kelapa). Ada pula yang berasal dari hewan (lemak dan minyak hewani), yang umumnya berasal dari susu hewan peliharaan, daging hewan peliharaan, serta dari hasil laut (contohnya minyak ikan).
Keempat berdasarkan kegunaannya. Penggolongan ini juga terutama untuk minyak. Secara umum dibagi tiga golongan, yaitu minyak mineral (minyak bumi) yang digunakan sebagai bahan bakar, minyak nabati atau hewani untuk bahan makanan manusia, serta minyak atsiri (essential oil) untuk obat-obatan. Minyak atsiri ini mudah menguap pada suhu ruang sehingga sering disebut minyak terbang.
Menurut Poejiadi (1994), lemak dan minyak juga memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan pertama adalah ditinjau dari ikatan rangkap asam lemaknya. Pada lemak, asam lemaknya memiliki sedikit ikatan rangkap (asam lemak jenuh), sedangkan pada minyak, asam lemaknya memiliki banyak ikatan rangkap (asam lemak tak jenuh). Kedua ditinjau dari titik lelehnya. Lemak memiliki titik leleh tinggi, sedangkan minyak memiliki titik leleh rendah. Ketiga ditinjau dari wujudnya. Lemak biasanya berwujud padat pada suhu ruang, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu ruang. Keempat ditinjau dari sumbernya. Lemak umumnya berasal dari hewan, sedangkan minyak umumnya dari tumbuhan. Terakhir ditinjau dari reaktifitasnya. Lemak biasanya kurang reaktif sehingga tidak mudah tengik. Sedangkan minyak karena memiliki ikatan rangkap pada asam lemaknya, maka lebih reaktif dan menyebabkan mudah tengik.
Menurut Poejiadi (1994), lemak dan minyak dikatakan memiliki sifat-sifat fisik dan kimia tertentu. Adapun sifat-sifat fisik lemak dan minyak antara lain:
  • Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.
  • Massa jenis lemak dan minyak umumnya ditentukan pada temperatur kamar.
  • Indeks bias minyak dan lemak digunakan pada pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak dan lemak.
  • Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (coaster oil). Minyak dan lemak sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon disulfida, dan pelarut halogen.
  • Titik didihnya meningkat seiring bertambah panjangnya rantai hidrokarbon dari asam lemak penyusunnya.
  • Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak.
  • Titik kekeruhannya dapat ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak dan minyak dengan pelarut lemak.
  • Titik lunak dari lemak dan minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan minyak dan lemak.
  • Temperatur yang terjadi saat tetesan pertama dari minyak dan lemak disebut shot melting point.
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur. Seperti telah kita ketahui, bahwa minyak dan air tidak dapat larut. Namun apabila minyak dan air dikocok dengan keras, maka akan terbentuk emulsi. Menurut Suharsono (1970), emulsi yang terbentuk dari minyak dan air ini tidak stabil sehingga apabila dibiarkan dalam beberapa waktu akan terjadi pemisahan kembali antara minyak dan air. Untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk, diperlukanlah suatu zat pengemulsi (emulsifying agent) atau yang biasa disebut emulsifier atau emulgator. Beberapa contoh zat pengemulsi antara lain gelatin, pektin, stearil alkohol, bentonit, dan zat surfaktan. Zat pengemulsi ini strukturnya bersifat amfifilik karena memiliki molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik (oleofilik) dan hidrofilik (oleofobik).
Dalam emulsi, terdapat fase terdispersi yang dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi yang disebut sebagai fase luar. Emulsi yang mempunyai minyak sebagai fase dalam dan air sebagai fase luar disebut emulsi minyak dalam air dan ditulis emulsi “m/a”. Demikian pula berlaku sebaliknya. Fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambah air atau suatu preparat dalam air.
Kualitas dan sifat dari suatu sampel lemak dan minyak dapat ditentukan melalui serangkaian uji laboraturium. Tiap ui yang dilakukan menunjukkan sifat tertentu dari sampel. Adapun analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisanya. Menurut Sudarmadji (1989), ketiga kelompok tersebut adalah:
  1. Penentuan kualitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian.
  2. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), dan penghilangan warna (bleaching). Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya, maupun rasanya. Tolak ukur kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air.
  3. Penentuan sifat fisik dan kimia yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. Data ini dapat diperoleh dari angka iodin, angka Reichert-Meissel, angka polenske, angka krischner, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
Pustaka:
Poejiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.
Sediaoetama, A. D. 1985. Ilmu Gizi I. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Sudarmadji, Slamet. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Suharsono. 1970. Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Bagikan

Jangan lewatkan

Lemak Dan Minyak
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.